Menu

coiga

AYO GABUNG

KARYA ANDA KAMI NANTIKAN

TENIS COI menantikan karya Anda untuk mengisi konten di situs ini.
Baik itu tulisan maupun foto tentang pemain, klub, pengurus Pengkot/Pengkab, Pengprov dan PP Pelti, turnamen dan kegiatan tenis lainnya. Kirim karya tulis atau karya foto Anda ke e-mail: akumemangcoi@yahoo.com.

Kamis, 04 Desember 2008

ANGELIQUE : Saatnya PB Pelti Koreksi Diri

INA TENNIS - JAKARTA - Petenis wanita senior, Angelique Wijaya, mengatakan,, dengan berakhirnya turnamen tenis Seri V Sportama Garuda Indonesia Series, Minggu, PB Pelti selaku induk organisasi olahraga cabang ini sudah sepantasnya mengoreksi diri.

Menurut Angelique, para juara yang tampil adalah masih berkutat pada petenis veteran. Di tunggal putri misalnya, dua finalis Angelique Wijaya dan Liza Andriyani adalah merupakan pemain-pemain senior. Sedangkan di ganda putri, Angie yang berpasangan dengan Liza yang tampil juara.

"Ini harus menjadi bahan evaluasi PB Pelti, mengapa petenis muda kita begitu sulit bersaing dengan yang senior," ujar Angelique Wijaya.

Hal senada juga dikatakan Liza Andriyani dan pelatih klub Detec, Deddy Prasetyo.

Angelique yang akrab disapa Angie mengatakan, dia sendiri tak memiliki persiapan khusus mengikuti turnamen Sportama yang digagasnya bersama beberapa mantan petenis.

"Untuk bertanding di Seri Master kemungkinan fisik saya akan kedodoran. Tentang petenis muda saya lihat tekniknya cukup bagus. Tapi mereka sangat kekurangan jam terbang," ujar Angie.

Terkait dengan kondisinya, Angie menyatakan belum ada rencana untuk meneruskan kiprahnya di event-event internasional, juga nasional.

Sementara Liza mengatakan, para petenis muda jika berhadapan dengan pemain senior lebih banyak bersikap "minder".

"Kalau mereka ketemu yang senior saya lihat mereka minder duluan. Seharusnya tak usah begitu. Padahal kita-kita yang senior ini sudah sulit mengatur waktu untuk latihan," ujar Liza.

Sedangkan Deddy Prasetyo berpendapat tak munculnya pemain muda yang menonjol di turnamen ini sebagai bukti buruknya sistem pembinaan.

"Ini pertanda bukti buruknya pembinaan. Siapa klub yang mau membina petenis kalau kondisi organisasinya seperti itu? Sekolah tenis berbeda dengan klub, tak bisa disamakan," ujarnya.

Lebih jauh Deddy mengatakan, terlalu banyaknya `conflict of interest` di PB Pelti dalam menerapkan sistem pembinaan dan Pelatnas menyebabkan kondisi menjadi sedemikian rupa.

"Klub-klub menjadi malas untuk membina petenis lebih lanjut. Ini sudah lama terjadi. Yang masuk program PAL saja masih kalah dengan petenis veteran. Ke depannya kita masih sulit untuk mengharapkan apa-apa dari Pelti, kecuali petenis berjalan sendiri-sendiri. Contohnya Christopher Rungkat balik lagi ke klubnya," ujar Deddy Prasetyo. (sihc/saci) ***

Tidak ada komentar: