Oleh: Gungde Ariwangsa SH
Sumber Asli -- TENIS COI - Saya tidak menyangka tulisan saya yang berjudul: “Kalah Dari Pakistan, Munaslub Jawabannya” di media online Tenis COI, mendapat respon luar biasa dari para pecinta tenis di Indonesia. Ada yang memberi komentar melalui facebook, twitter, email dan di laman Tenis COI maupun langsung sms dan menelpon saya di HP: 082110068127. Tidak mengherankan bila dering HP saya bertambah sibuk.
Ada dari para pemain
senior maupun junior, mantan pemain, pelatih, pengamat, orang tua pemain dan
anggota Pengurus Provinsi (Pengprov) dan Pengurus Kabupaten/Kota
(Pengkab/Pengkot) Pelti. Setelah lama mencoba menjauhkan diri dari pertenisan
nasional yang perjalanannya terus memburuk, saya jadi bergairah kembali setelah
menerima respon dari berbagai kalangan itu. Ternyata tulisan saya masih mendapat
atensi dari insan tenis Indonesia.
Saya sangat bersyukur karena perhatian dari insan tenis Indonesia sungguh merupakan sesuatu
yang indah dan membahagiakan.
Memang
beragam tanggapan yang masuk. Banyak yang memberikan dukungan dan setuju dengan
tulisan saya. Namun tidak sedikit pula yang mengkritik balik saya. Semuanya
saya terima dengan lapang dada karena saya menulis dengan tujuan untuk kemajuan
dan kejayaan tenis Merah Putih.
Saya yang
meliput tenis sejak tahun 1987 ingin kembali menyaksikan prestasi membanggakan
tenis Indonesia untuk bangsa
dan negara di tingkat Asian Tenggara, Asia dan
dunia. Betapa bangga dan mengharukannya ketika menjadi saksi sejarah tim tenis Indonesia
menyapu bersih tujuh medali emas SEA Games 1987 di Jakarta. Kemudian ikut
berharu biru bersama ribuan penonton mendukung perjuangan dramatis Tim Piala
Davis Indonesia menaklukkan
Korea Selatan 3-2 di Stadion Tenis Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, tahun 1988 saat
merebut tiket ke grup dunia.
Banyak lagi
peristiwa bersejarah yang ikut saya saksikan dan rasakan. Diantaranya sukses
pemain Indonesia
merebut medali emas Asian Games 1990, 1998, 2002. Bahkan juga ikut mendukung
tim Fed Cup Indonesia
masuk delapan besar dunia di Nottingham Inggris. Yang tidak bisa dilupakan
tentunya menyaksikan penampilan Yayuk Basuki di turnamen tenis akbar grand slam
Wimbledon.
Kerinduan
pada masa kejayaan itulah yang membuat saya selalu bergairah memberi kritik
secara tajam dan juga halus terhadap pengurus Pelti. Memang sempat mengendor
karena iklim tenis nasional kurang mendukung. Tetapi bara itu kembali menyala
ketika Tim Piala Davis Indonesia
dikalahkan Pakista di Senayan, 14-16 Juli 2015 lalu.
Bagi saya,
ini suatu pukulan yang pahit. Apalagi dalam pertandingan itu ada kejadilan yang
amat memalukan. Pengurus Pelti masuk lapangan pertandingan. Konsumsi pemain
terlambat. Ini membuat saya tergerak lagi untuk menulis tenis Indonesia. Akhirnya
meluncurlah artikel berjudul: “Kalah Dari Pakistan, Munaslub Jawabannya” yang
ternyata mendapat respon luar biasa.
Mundur Atau Dilengserkan
Dari
berbagai tanggapan yang masuk ada yang membuat saya tersentak. "Terimakasih Om atas tulisannya.Kami pemain membutuhkan perbaikan. Kami sekarang seperti tidak bergairah karena tidak ada yang jelas. Para pemain seperti saya tidak macam-macam. Butuh perhatian pembinaan dan pertandingan yang jelas," tulis seorang pemain di inbox fb saya.
Kemudian ini suara dari pengurus Pengprov yang tidak kalah mengejutkan. “Apakah harus
mengadakan Munaslub (Musyawah Nasional Luar Biasa) Pelti untuk menggati Ketua
Umum Pelti sekarang? Apa tidak sebaiknya Pak Maman (Wiryawan, Ketua Umum PP
Pelti saat ini) mundur saja?” kata beberapa orang yang menelpon saya. “Rasanya
lebih bagus dan terhormat kalau Pak Maman mundur saja demi menyelamatkan tenis Indonesia ke
depan,” katanya lagi sebelum sempat saya menyelagnya.
Karena
sukar dipotong pembicaraannya maka saya biarkan dia terus ngomong. Setelah ada
jeda langsung saya masuk. “Benar juga ya. Memang lebih baik Pak Maman mundur
saja dari pada dipermalukan dilengserkan lewat Munaslub. Dengan demikian, dia
akan bisa terhormat meletakan jabatan Ketua Umum PP Pelti dan konsentrasi menekuni
Ketua Pengprov Dayung DKI Jakarta serta pengurus KONI DKI Jakarta,” balas saya.
Melihat
kondisi pertenisan nasional saat ini, semuanya kini berpulang kepada Maman
Wiryawan untuk menentukan sikap. Mundur atau dilengserkan. Rasanya Maman akan
legowo mundur karena desakan Munaslub dari beberapa Pengprov sudah semakin santer
terdengar. Tetapi tunggu dulu, Maman bisa saja terus bertahan menunggu Munaslub
bila terus mendapat masukan dari anggota pengurusnya yang selama ini
mendapatkan keuntungan-keuntungan jabatan. Mereka tentu tidak ingin kehilangan
kursi empuk dengan memanfaatkan Maman. Mereka akan berusaha meyakinkan Maman
untuk terus bertahan.
Bila itu
yang terjadi maka tidak ada pilihan lain untuk menjaga agar kapal tenis Indonesia tidak
karam lebih dalamkecuali menggelar Munaslub. Untuk itu harus ada 2/3 dari
Pengprov Pelti untuk meminta dilaksanakannya Munaslub. Cukup?
Belum juga.
Pengprov juga perlu menyiapkan figur pengganti Maman. Figur yang tidak cukup
cinta tenis saja namun tahu tentang perkembangan tenis nasional dan
internasional. Pengprov harus jeli dalam memilih figur ini. Jangan sampai
semangat menggebu menggelar Munaslub akhirnya hanya untuk membeli kuncing dalam
karung. Kasihan tenis Indonesia.
Pengalaman harus menjadi pelajaran. Mari selamatkan tenis Indonesia dengan baik dan benar.
Salam Olahraga, Jaya……!***
* Penulis adalah wartawan HU Suara Karya dan Ketua Harian
SIWO PWI Pusat. E-mail: aagwaa@yahoo.com.
HP: 082110068127
- (CTI-1)
***"JANGAN LEWATKAN: CINTA TENIS INDONESIA siap mengimformasikan kegiatan tenis di klub, Pengkot/Pengkab, Pengprov, PP Pelti, turnamen, kepelatihan, perwasitan, profil pemain junior dan senior, pembina, pelatih dan wasit serta sponsor dan lain-lain. Hubungi kami: HP: 088210452863 atau e-mail: akumemangcoi@yahoo.com. Kami nantikan." ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar