Berita pembatalan ini bermula pada saat Wakil Sekjen PP PELTI August Ferry Raturandang menghadiri rapat di Samarinda bersama para Chief De Mission dan dari KONI hadir Wakil Ketua KONI Hendarji. Pada saat inilah muncul usulan dari DIY yang meminta KONI mengambil sikap tegas berkaitan dengan pelaksanaan kualifikasi yang seharusnya sudah dilaksanakan enam bulan sebelum PON. Padahal PP PELTI sudah mengantongi SK dari KONI yang mengijinkan serta menyetujui pelaksanaan kualifikasi dilaksanakan sepekan menjelang PON di Kaltim.
Meski sudah dijelaskan oleh Ferry Raturandang, namun keputusan mendadak tersebut hanya menghasilkan toleransi peserta PON ditetapkan langsung diikuti 12 peserta putera dan 12 peserta puteri. Empat tim yang lolos terakhir diambil berdasarkan urutan peringkat yang didasarkan akumulasi peringkat (PNP) pemain.
Saat disampaikan keputusan yang tidak disertai surat resmi tersebut membuat marah Pengprov Pelti. Mereka tidak saja merasa PP PELTI disikapi tidak adil, tetapi daerah yang sudah mempersiapkan pemainnya untuk turun di kualifikasi juga menjadi kecewa. Pasalnya, mereka sudah mendapat kucuran dana APBD dan jumlahnya tidak sedikit untuk persiapan tersebut, sehingga tanggungjawab moral merekalah yang menjadi taruhannya. Belum lagi dampak psikologis pemain, yang sudah mempersiapkan diri dari jauh hari.
Protes keras itu muncul dari Papua, Maluku, Sulsel, Kalsel, NTB, Kalbar, Riau, Gorontalo, Banten, Sumbar, dan kemudian mereka sepakat untuk membuat pernyataan yang isinya mendesak PP PELTI untuk tetap melakukan pendekatan ke KONI Pusat untuk tetap digelar Kualifikasi.
Ketua Pengprov Maluku, Frangky Mewar malah menambahkan, para pemainnya sudah diberangkatkan dengan kapan, dua pekan sebelum PON berlangsung. Sementara Papua sudah menjalankan try out pemainnya selama tiga bulan dengan biaya tak kurang Rp 300 juta rupiah. Keluhan senada kemudian muncul dari daerah-darah lain yang kemudian serentak membuat surat pernyataan di depan Ketua
Umum PP PELTI Martina WIdjaja dan Sekjen Soebronto Laras, yang hari itu baru saja tiba dari Rusia untuk menghadiri Annual General Meeting (AGM) yang diadakan ITF di Moskow.
"Kalau dibilang sedih, sayalah yang paling sedih. PP PELTI menanggung seluruh penyelenggaraan kualifikasi. Kami sudah menyiapkan dana, membuat jadual hari perhari, dengan tidak membebani Panitia PON. Saya kecewa, tetapi melihat kondisi ini, saya terpaksa menerima dan saya berharap seluruh daerah juga mau legowo," kata Mertina.
Pada saat sama, Ferry Raturandang yang hadir pada pertemuan tersebut menambahkan, bahwa dia bersama pengurus lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin, hingga akhirnya diperoleh kepastian 12 peserta, yang sebelumnya 8 peserta. Ke-12 peserta PON
untuk putera adalah: Kaltim, Jateng, DKI, Jatim, Jabar, Papua Barat, DIY, Sumut, Sulut, Bali, NAD, dan Kalbar. Sedangkan untuk puteri terdiri dari Kaltim, Jateng, DKI, Banten, Jatim, Sulut, Sumsel, Jabar, Sumut, Riau, DIY, dan Bali.
"Keputusan tersebut diambil setelah kami bertemu Bapak Rosihan Anwar, dan sempat disebutkan pada pertemuan sebelumnya, bahwa SK KONI mengenai pelaksanaan kualifikasi tersebut sudah dianulir. Tapi sampai sekarang kami tidak pernah menerima SK pembatalan, sehingga kami mengasumsikan tetap jalan," kata Ferry Raturandang.
Pertemuan ini sempat memanas, karena para pengurus daerah tetap memprotes keputusan KONI tersebut, dan mendesak PELTI untuk tetap menggelar Pra PON. Namun demikian, akhirnya mereka terpaksa menerima meski tetap dengan tuntutan agar PELTI mengajukan surat susulan sebagai tanda keberatan daerah atas keputusan yang diambil KONI tanpa dengan Surat Keputusan (SK) tersebut.
Maka, para pengurus daerah ini pun membuat surat protes tersebut yang segera diserahkan PELTI. Sikap ini dilakukan Pengprov daerah agar keputusan yang tidak disertai kelengkapan administrasi tidak terulang lagi. Lebih dari itu, Pengprov sangat kecewa, karena aspirasi mereka yang semula sudah disambut baik PP PELTI ternyata harus kandas di tengah jalan, yang dampaknya meredupkan semangat atlet yang sudah siap berlaga di babak kualifikasi.
Sementara itu PP PELTI yang sejak awal sudah menyiapkan anggaran, akhirnya menggelar pertandingan yang akan diikuti Pengprov (Tim) yang tidak lolos PON. Namun pertandingan ini hanya diperuntukkan petenis yang usianya masih produktif, yakni 23 tahun.
"Kita membatasi usia karena kami mengacu pada pembinaan, dengan harapan empat tahun lagi masih bisa main PON," tambah Soebronto Laras.
Pertandingan ini menyediakan hadiah uang. Untuk putera, juara pertama mendapatkan Rp 15 juta, Runner up Rp 10 juta dan Rp 5 juta untuk urutan ketiga (Semifinalis). Sementara di nomor puteri hadiahnya lebih kecil, karena jumlah pesertanya lebih sedikit. Juara I Rp 7,5 juta, Runner Up Rp 5 jt, dan semifinalis masing-masing Rp 2,5 juta. Pertandingan ini akan dilaksanakan mulai 27 Juni - 4 Juli di Balikpapan. Setelah itu, Pelti juga menggelar kegiatan coaching clinic dan outbound bagi seluruh peserta. PP PELTI menanggung biaya outbound dan kepelatihan serta menyediakan fasilitas penginapan lengkap dengan konsumsinya. (sumber humas pp pelti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar