Sumber Asli -- CINTA TENIS INDONESIA - Lama tidak terdengar, nama petenis Sandy Gumulya kembali mencuat di dua pekan terakhir. Kemenangan secara beruntun pada dua gelaran turnamen tenis berlabel ITF Women Circuit membuat petenis kebanggan Indonesia itu kembali melambung. Petenis harapan Indonesia yang mundur dari Pelatnas karena cedera lutut itu menjadi jawara di Sportama ITF Women’s Circuit dan Alfamart International ITF Women’s Circuit 2010.
- Setelah keluar dari Pelatnas, Sandy tetap aktif latihan tenis dengan porsi yang lebih ringan dari sebelumnya agar cederanya tidak kambuh lagi. Kembali berlatih di bawah arahan Suzanna Anggarkusuma, yang mengetahui kondisinya di dalam dan luar lapangan, membuat kepercayaan diri fans Steffi Graf itu kembali pulih. Metode latihan yang berbeda diterapkan oleh Suzanna.
“Latihan masih setiap hari, tapi kalau sakit tidak dipaksakan. Tante Ana (Suzanna) menekankan yang penting kondisi fit 100 persen dan konsentrasi tinggi, maka hasilnya lebih baik daripada dipaksakan main saat sakit,” urainya. Strategi tersebut terbukti ampuh untuk mengembalikan petenis yang akan tampil pada turnamen Satellite 10 ribu, Kuching, Malaysia itu ke jajaran petenis papan atas.
Sandy pun kembali dipanggil untuk masuk ke Pelatnas untuk memperkuat tim Indonesia. Sandy menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan beberapa syarat, karena kondisinya terutama fi sik sudah tidak sama lagi. Keputusan mundur yang diambil Sandy awal tahun ini terjadi setelah merasa performanya tidak bisa maksimal pasca cedera lutut yang menimpa untuk kedua kalinya.
Hengkangnya Suzanna dari jajaran pelatih semakin membuatnya terpuruk. “Ketika Suzanna keluar September tahun lalu, saya langsung down karena orang yang biasa memberi support. Saya semakin tenggelam dalam kekurangan yang tercipta karena cedera,” tutur Sandy saat ditemui Koran Jakarta di rumahnya di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.
“ Latihan untuk saya yang sudah cedera lutut dua kali sama dengan pemain lain. Daripada buang waktu, sedangkan permainan saya tidak berkembang akhirnya saya putuskan mundur,” terang Sandy. Lahir dari pasangan atlet memengaruhi minat Sandy untuk menggeluti olah raga.
Ayahnya Rudy Gumulya adalah mantan atlet balap sepeda, sedangkan ibunya Siantiningsih Susanto merupakan peloncat indah. Kendati demikian pasangan tersebut tidak mengijinkan putra-putrinya menekuni balap sepeda maupun loncat indah.
“Karena perempuan dilarang jadi pebalap sepeda, kalau jatuh bisa lecet. Loncat indah tidak boleh juga bisa cedera kalau kena papan,” ujarnya. Sandy kecil pun dimasukkan ke sekolah tenis di kompleks rumahnya. Berbagai turnamen di kelas kelompok umur dijajalnya.
Petenis kelahiran 2 April 1986 itu selalu menemui kegagalan di turnamen awal. Hal itu memberi banyak pelajaran berharga untuk meningkatkan permainan sehingga menyabet berbagai penghargaan dan membawanya melanglang buana ke berbagai belahan dunia.
Kembali Normal
Setelah tinggal terpisah dengan keluarga sekitar 6 tahun karena harus bergabung dengan sesama petenis Pelatnas di kawasan Ragunan, akhirnya Sandy pun kembali ke pelukan keluarga. Hal itu membuatnya kembali merasa menjadi orang normal. “Senang bisa kumpul lagi dengan keluarga yang sangat mendukung. Saya mendapatkan kembali kehidupan yang normal,” tandasnya.
Sandy pun kini fokus menyiapkan masa depannya. Saat ini petenis tersebut terdaftar sebagai mahasiswa semester II Ekonomi Manajemen Universitas Tarumanegara.
“Pendidikan buat saya penting. Menurut pengalaman saya, kalau pendidikan paspasan, sepertinya kurang bisa nyambung kalau diajak bicara orang,” ceplos petenis yang menyelesaikan SMU melalui program Paket C tersebut. Kuliah reguler menjadi pilihannya karena bisa berinteraksi dengan dosen dan teman-teman, sehingga memudahkannya belajar.
Sebenarnya Sandy pernah mencoba kuliah di Universitas Terbuka, tetapi belajar melalui modul tanpa tatap muka dirasa lebih sulit. Kini peraih medali emas SEA Games 2007 itu berupaya mengejar ketertinggalannya, karena jatah kuliahnya tinggal 9 semester lagi. Sandy dituntut cerdik membagi waktu antara belajar, bekerja dan latihan tenis.
“Saya sebenarnya terdaftar di sana sejak 2006, tapi karena sibuk tenis jadi cuti. Baru aktif semester lalu, jadi jatah saya tinggal 9 semester lagi,” kata penyuka Matematika itu. “Kalau ada jadwal latihan sore, maka saya kuliah pagi. Begitu juga sebaliknya.
Untuk pekerjaan, kantor saya memberikan dispensasi. Jadi saya datang ke kantor kalau ada waktu,” terang Sandy. Dengan kecerdasannya, Sandy dengan mudah menyerap pelajaran.
Demi menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, karyawati Bank Sumsel Babel tersebut rela begadang sampai pagi. Menjelang masa ujian, gadis yang hobi menonton TV dan shopping itu sudah siap sepekan sebelumnya.
Kombinasi antara ketekunan, disiplin dan kecerdasan berbuah Indeks Prestasi mengagumkan, yakni 3,88 pada semester I lalu. (CTI-1) ***"JANGAN LEWATKAN: CINTA TENIS INDONESIA siap mengimformasikan kegiatan tenis di klub, Pengkot/Pengkab, Pengprov, PP Pelti, turnamen, kepelatihan, perwasitan, profil pemain junior dan senior, pembina, pelatih dan wasit serta sponsor dan lain-lain. Hubungi kami: HP: 081513873418 atau e-mail: faktorutama@yahoo.com. Kami nantikan." ***
“Latihan masih setiap hari, tapi kalau sakit tidak dipaksakan. Tante Ana (Suzanna) menekankan yang penting kondisi fit 100 persen dan konsentrasi tinggi, maka hasilnya lebih baik daripada dipaksakan main saat sakit,” urainya. Strategi tersebut terbukti ampuh untuk mengembalikan petenis yang akan tampil pada turnamen Satellite 10 ribu, Kuching, Malaysia itu ke jajaran petenis papan atas.
Sandy pun kembali dipanggil untuk masuk ke Pelatnas untuk memperkuat tim Indonesia. Sandy menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan beberapa syarat, karena kondisinya terutama fi sik sudah tidak sama lagi. Keputusan mundur yang diambil Sandy awal tahun ini terjadi setelah merasa performanya tidak bisa maksimal pasca cedera lutut yang menimpa untuk kedua kalinya.
Hengkangnya Suzanna dari jajaran pelatih semakin membuatnya terpuruk. “Ketika Suzanna keluar September tahun lalu, saya langsung down karena orang yang biasa memberi support. Saya semakin tenggelam dalam kekurangan yang tercipta karena cedera,” tutur Sandy saat ditemui Koran Jakarta di rumahnya di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.
“ Latihan untuk saya yang sudah cedera lutut dua kali sama dengan pemain lain. Daripada buang waktu, sedangkan permainan saya tidak berkembang akhirnya saya putuskan mundur,” terang Sandy. Lahir dari pasangan atlet memengaruhi minat Sandy untuk menggeluti olah raga.
Ayahnya Rudy Gumulya adalah mantan atlet balap sepeda, sedangkan ibunya Siantiningsih Susanto merupakan peloncat indah. Kendati demikian pasangan tersebut tidak mengijinkan putra-putrinya menekuni balap sepeda maupun loncat indah.
“Karena perempuan dilarang jadi pebalap sepeda, kalau jatuh bisa lecet. Loncat indah tidak boleh juga bisa cedera kalau kena papan,” ujarnya. Sandy kecil pun dimasukkan ke sekolah tenis di kompleks rumahnya. Berbagai turnamen di kelas kelompok umur dijajalnya.
Petenis kelahiran 2 April 1986 itu selalu menemui kegagalan di turnamen awal. Hal itu memberi banyak pelajaran berharga untuk meningkatkan permainan sehingga menyabet berbagai penghargaan dan membawanya melanglang buana ke berbagai belahan dunia.
Kembali Normal
Setelah tinggal terpisah dengan keluarga sekitar 6 tahun karena harus bergabung dengan sesama petenis Pelatnas di kawasan Ragunan, akhirnya Sandy pun kembali ke pelukan keluarga. Hal itu membuatnya kembali merasa menjadi orang normal. “Senang bisa kumpul lagi dengan keluarga yang sangat mendukung. Saya mendapatkan kembali kehidupan yang normal,” tandasnya.
Sandy pun kini fokus menyiapkan masa depannya. Saat ini petenis tersebut terdaftar sebagai mahasiswa semester II Ekonomi Manajemen Universitas Tarumanegara.
“Pendidikan buat saya penting. Menurut pengalaman saya, kalau pendidikan paspasan, sepertinya kurang bisa nyambung kalau diajak bicara orang,” ceplos petenis yang menyelesaikan SMU melalui program Paket C tersebut. Kuliah reguler menjadi pilihannya karena bisa berinteraksi dengan dosen dan teman-teman, sehingga memudahkannya belajar.
Sebenarnya Sandy pernah mencoba kuliah di Universitas Terbuka, tetapi belajar melalui modul tanpa tatap muka dirasa lebih sulit. Kini peraih medali emas SEA Games 2007 itu berupaya mengejar ketertinggalannya, karena jatah kuliahnya tinggal 9 semester lagi. Sandy dituntut cerdik membagi waktu antara belajar, bekerja dan latihan tenis.
“Saya sebenarnya terdaftar di sana sejak 2006, tapi karena sibuk tenis jadi cuti. Baru aktif semester lalu, jadi jatah saya tinggal 9 semester lagi,” kata penyuka Matematika itu. “Kalau ada jadwal latihan sore, maka saya kuliah pagi. Begitu juga sebaliknya.
Untuk pekerjaan, kantor saya memberikan dispensasi. Jadi saya datang ke kantor kalau ada waktu,” terang Sandy. Dengan kecerdasannya, Sandy dengan mudah menyerap pelajaran.
Demi menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, karyawati Bank Sumsel Babel tersebut rela begadang sampai pagi. Menjelang masa ujian, gadis yang hobi menonton TV dan shopping itu sudah siap sepekan sebelumnya.
Kombinasi antara ketekunan, disiplin dan kecerdasan berbuah Indeks Prestasi mengagumkan, yakni 3,88 pada semester I lalu. (CTI-1) ***"JANGAN LEWATKAN: CINTA TENIS INDONESIA siap mengimformasikan kegiatan tenis di klub, Pengkot/Pengkab, Pengprov, PP Pelti, turnamen, kepelatihan, perwasitan, profil pemain junior dan senior, pembina, pelatih dan wasit serta sponsor dan lain-lain. Hubungi kami: HP: 081513873418 atau e-mail: faktorutama@yahoo.com. Kami nantikan." ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar