- Kepribadiannya yang tampak ganas di lapangan saat 'menghabisi' lawan-lawannya tak ditemukan kala Vibizlife bertatap muka langsung dengan sosok atlet legenda yang kini memutuskan untuk aktif kembali mengayunkan raketnya. Dijumpai di kediaman Ketua Umum PB Pelti, Martina Widjaja di TB Simatupang pada hari Selasa, (09/11) Yayuk demikian panggilan akrabnya sedang melakoni latihan terakhir jelang keberangkatan menuju Asian Games XVI 2010 di Guangzhou, Cina.
Apapun hasilnya nanti tak akan pernah mengurangi rasa kekaguman Indonesia kepada Yayuk yang dengan setia membela merah putih di setiap kejuaraan yang dia lakoni dari satu negara ke negara lainnya.
Melalui dedikasi dan kecintaannya yang mendalam membuat Yayuk seakan gerah menyaksikan pemandangan yang menyedihkan bagaimana dunia tenis Indonesia sepeninggal dirinya belum juga mampu melahirkan bibit potensial yang siap menerima tongkat estafet melanjutkan kejayaan nama besar tenis Indonesia di pentas dunia.
Ibu satu orang ini bak born to earth again setelah tujuh tahun lamanya absen dari hingar bingar dunia tenis. Di usianya yang hampir menyentuh angka 40 ini tak lantas membuatnya kendor untuk terus berkiprah dari satu turnamen ke turnamen lainnya sampai Yayuk dapat benar-benar tak lagi mampu bermain.
Sejak kecil ingin jadi petenis dunia
Yayuk kecil ternyata sudah memendam hasrat yang sangat besar untuk menjadi petenis tingkat dunia. Di usianya yang baru beranjak lima tahun, orangtuanya mulai memperkenalkan tenis kepadanya sekaligus melatihnya.
Yayuk memang terlahir sebagai keluarga pencinta tenis. Ayahnya, Budi Basuki, mantan pemain tenis meja PON, 1954. Bukan hanya tenis meja, tenis lapangan pun dikuasainya selain bulutangkis. Sang ibu juga hobi dengan bulutangkis dan tenis. Saking hobinya berolahraga, sampai-sampai Sutini tidak sadar bahwa ia sedang mengandungi bayinya, Yayuk Basuki. Kakaknya Nani Sudarmi adalah petenis tingkat nasional era 1980-an.
Mulailah di usianya ke-13 tahun, Yayuk, anak bungsu dari lima bersaudara ini masuk dalam sebuah klub tenis di Ragunan, Jakarta untuk semakin mengasah talentanya dalam bermain tenis hingga tahun 1989.
Dari satu pelatih ke tangan pelatih lainnya, Yayuk tumbuh sebagai remaja potensial yang mulai memperlihatkan kepada publik bahwa kelak dirinya memang akan menjadi petenis kenamaan di bumi pertiwi ini.
Di antara sekian pelatih yang pernah menangai Yayuk maka nama Mien Gondowidjojo yang sangat berkesan baginya. Mien bukan hanya sebagai pelatih biasa di mata Yayuk tetapi sudah dianggap pula sebagai orangtuanya sendiri karena kedekatannya luar dalam dan di tahun selanjutnya barulah Yayuk pindah ke klub Pelita.
Bagi remaja seumurannya mungkin bermain dan jalan-jalan adalah pilihan terbaik. Namun, Yayuk memutuskan lain sebab pilihannya untuk berlatih dan bertanding terus menerus dengan tak kenal lelah telah membentuk dirinya menjadi seorang yang kuat dan bermental juara.
Beranjak dari kecil hingga ke remaja Yayuk Basuki menekuni dunia tenis dengan terus fokus dan penuh kedisiplinan. Hal inilah yang mendorongnya sangat kuat bahwa untuk menjadi petenis dunia harus melalui sebuah proses yang berkesinambungan dan itulah yang dijalani Yayuk dengan tekun.
Terjun ke dunia tenis profesional
Menyaksikan kebintangan seorang Yayuk semakin bersinar terang ditambah usianya yang memang semakin dewasa maka Yayuk Basuki pun mulai menekuni tenis profesional sejak kembali dari Beijing pada bulan Oktober 1990 dan dilatih oleh George Jiri Waters.
Pada turnamen Challenge II di Jakarta pada Februari 1991, Yayuk dengan peringkat 259 WTA menjadi juara. Pada awal April 1991, saat menjuarai turnamen Pattaya di Thailand, peringkatnya naik ke posisi 86 WTA. Pers dan penonton di luar negeri kemudian menjuluki Yayuk sebagai Jaguar of Asia setelah ia memenangkan turnamen tenis di Pattaya ini.
Dan masih di tahun yang sama dengan gelarnya di Pataya tersebut, WTA langsung memberikan penganugerahan kepada Yayuk sebagai Most Impressive Newcomer di tahun 1991.
Para petenis dunia lainnya yang menjadi korban kehebatan sabetan raket Yayuk pun semakin bertambah saja. Sepanjang karirnya Yayuk tercatat pernah menumbangkan lawan-lawannya yang notabene adalah para petenis top dunia.
Tak kurang nama-nama para petenis tersebut antara lain, Martina Hingis, Amelie Mouresmo, Lindsay Davenport, Gabriela Sabatini, Anke Huber, Iva Majoli, Anna Kournikova, dan Mary Pierce. Kemenangan terbaiknya adalah pada saat Yayuk yang tak diunggulkan sama sekali sukses menundukkan unggulan ketiga di turnamen Kanada Open 1996, Iva Majoli dengan dua set langsung sebelum langkah Yayuk terhenti di semifinal di tangan petenis puteri nomor satu dunia saat itu, Monica Seles.
Penghargan dan gelar yang direngkuh
Membanggakan rasanya Indonesia memiliki seorang Yayuk Basuki yang tak pernah berhenti menorehkan tinta emasnya dan menajamkan kukunya di panggung tenis internasional. Sensasi yang dibuat oleh salah satu petenis dengan rekor servis tercepat di dunia ini dengan 176 km/jam benar-benar murni sebuah sensasi yang lahir dari prestasi di lapangan dan bukan pemberitaan miring di luar lapangan.
Lihat saja bagaimana perjalanan Yayuk di ajang sekaliber Olimpiade. Yayuk mewakili Indonesia pada Olimpiade 1988, 1992, 1996, dan 2000. Dengan prestasinya yang tertinggi adalah di Olimpiade Barcelona 1992 saat dirinya berhasil menapak jauh hingga babak ketiga dengan di dua babak sebelumnya mampu mempecundangi pemain yang di atas kertas jauh lebih diunggulkan yaitu Mercedes Paz dan Mary Pierce.
Bukan itu saja selama karir profesionalnya Yayuk menggondol enam buah gelar WTA dari nomor tunggal dan 9 gelar WTA dari nomor ganda puteri.
Berkat kapasitasnya sebagai petenis yang ramah dan berjiwa sportif di setiap turnamen yang dia ikuti maka badan tertinggi dalam tenis dunia wanita, WTA tak sungkan memberikan kepadanya sebuah penghargaan yang sangat prestisius.
WTA menganugerahkan kepada Yayuk yaitu Karen Krantzcke Sportsmanships Award. Sebanyak dua kali Yayuk menerima penghargaan ini di tahun 1996 dan 1998 sebagai bentuk apresiasi tinggi dan terhormat dari WTA kepada petenis yang berjiwa sportif di luar dan dalam lapangan tenis.
Cinta dan komitmen mampu menaklukan badai hidup
Dengan begitu banyaknya prestasi yang sudah dicetak oleh seorang Yayuk bagi Indonesia dengan wara-wiri di pentas internasional tak lantas dirinya tak pernah menemukan yang namanya masalah.
Peristiwa pahit dan jalan berliku tajam pernah dilalui dalam perjalanan sukses mega bintang Olahraga Indonesia ini. Tak ada satu pun orang yang menyangka kalau Yayuk pun pernah merasakan dicoret dari tim Fed Cup Indonesia karena bersama dengan suami sekaligus pelatihnya saat itu, Suharyadi, pasangan ini dianggap lancang menulis surat ke badan dunia tenis wanita agar memilih lapangan tempat tim Indonesia bertanding.
Dianggap bak dilecehkan, Yayuk beserta Suharyadi akhirnya memutuskan 'keluar' dari tim tenis Indonesia setelah mundurnya Ketua Badan Tim Nasional kala itu, Wimar Witoelar yang memang dikenal sangat dekat dengan dua sejoli ini.
Di tengah polemik di tanah air tak membuat Yayuk jadi goyang dan rubuh. Yayuk memutuskan dengan tegas untuk mencurahkan semua perhatiannya demi mengejar target menembus peringkat 20 besar dunia.
Yayuk Basuki melewatkan jadwal Sea Games dan PON yang memang bersinggungan dengan padatnya jadwal turnamen tenis profesionalnya. Langkahnya memang tidak main-main dan Yayuk sungguh-sungguh fokus menatap ke depan meski ditengarai sedang dalam masalah dengan induk organisasi tenis di tanah air ini.
Bukti dari kesungguhan tekad yang lahir dari cinta dan buah komitmen membuat Yayuk pada akhirnya meraih sukses luarbiasa. Tahun 1997 dalam turnamen berkelas Grand Slam Wimbledon, Yayuk mampu melangkah hingga ke babak perempatfinal.
Prestasi yang belum pernah diukir oleh petenis Indonesia manapun ini telah mencatatkan dirinya sebagai wanita Indonesia pertama yang berhak masuk "Eight Club", lembaga yang menampung para alumni delapan besar turnamen akbar tersebut. Dengan menjadi anggota "Klub Delapan" ini, Yayuk bisa menikmati fasilitas VIP, termasuk hotel kelas satu dimana saja.
Melalui rangkaian prestasi mencengangkan itu, Yayuk lagi-lagi menunjukkan kepada dunia dan Indonesia khususnya bahwa dirinya bukanlah pribadi yang bisa dikalahkan oleh masalah tetapi justru dirinyalah yang mampu mengalahkan masalah itu sendiri.
Detik-detik jelang pensiun dan keputusan comeback
Usai menggondol medali emas di Asian Games, Bangkok, 1998 setelah di partai final mempecundangi pemain pujaan tuan rumah, Tamarine Tanasugarn makin jelas tersiar kabar akan mundurnya Yayuk dari dunia tenis yang telah membesarkan namanya dan juga nama Indonesia di blantika tenis dunia.
Hal ini semakin diperkuat mana kala Yayuk, yang dinikahi oleh Suharyadi pada tahun 1994 dikaruniai momongan seorang putera yang bernama Yarynara di tahun 1999.
Kenangan terakhir Yayuk dalam meraih peringkat tertingginya yaitu saat mengikuti Turnamen Birmingham, Juni 1997. Di turnamen ini Yayuk berhasil menembus babak final, meski gagal meraih juara lantaran terjegal Nathalie Tauziat dari Perancis. Terakhir, Yayuk sempat masuk perempat final dalam pentas Wimbledon sebelum kalah dari Jana Navotna yang keluar sebagai juara, prestasi ini membuatnya mencapai peringkat ke- 19 dunia.
Dan pada tahun 2001 akhirnya Yayuk pun meninggalkan tenis dan beralih profesi sebagai pengusaha dari perusahaannya sendiri yang dinamakan PT Yarynara 19 yang diambil dari nama anaknya sendiri dan angka 19 merupakan peringkat dunia tertinggi yang pernah dicapai Yayuk Basuki.
Akan tetapi Yayuk ternyata tak sepenuhnya meninggalkan dunia tenis. Hal ini dikarenakan dirinya pun masih tetap terlibat aktif seputar tenis dengan menjadi pelatih tenis, komentator tenis di televisi dan media cetak, serta konsultan menteri pemuda dan olahraga.
Melihat gelagat dunia tenis di Indonesia semakin menurun tajam memaksa dirinya tak bisa berdiam diri saja tanpa melakukan sesuatu hal. Dengan darah atlet sejati yang mengalir di dalam dirinya serta rasa cinta yang berakar kuat pada tenis membuat Yayuk Basuki tak kuasa untuk akhirnya memutuskan kembali mengayunkan raket.
Pada tahun 2008 adalah titik balik comebacknya nama Yayuk Basuki ke panggung tenis Indonesia dan dunia pada umumnya. Tanpa bermodalkan peringkat dunia sama sekali Yayuk memutuskan hanya turun di nomor ganda puteri saja.
Demi mengembalikan pamor dan kejayaan tenis Indonesia, Yayuk rela bertanding mulai dari turnamen yang paling rendah alias memulainya kembali dari nol. Dari beberapa kali kesempatan akhirnya berpasangan dengan petenis Australia, Tiffany Welford berhasil menjuarai turnamen satelit internasional kelas US$10,000.
Hingga sekarang Yayuk yang semakin serius di nomor ganda puteri telah mampu memenangkan enam gelar ITF. Hebatnya hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun saja Yayuk sukses menajamkan peringkat dunianya di ganda dengan berada di peringkat 100-an dunia.
Tahun 2010, Yayuk Basuki pun kembali ke arena grand slam tepatnya di turnamen Grand Slam Australia Terbuka berpasangan dengan legenda tenis Asia lainnya, Kimiko Date.
Banyak sudah harga yang harus dibayar oleh Yayuk Basuki demi sang merah putih. Yayuk adalah sedikit dari begitu banyaknya atlet di Indonesia bahkan mungkin di dunia yang jauh lebih mementingkan nama Indonesia berkibar kembali di pentas internasional di atas nama uang.
"Sejujurnya saya harus menjual tiga buah mobil saya hanya untuk membiayai semua kebutuhan saya untuk bertanding di setiap turnamen dan demi comebacknya saya ke dunia tenis. Oleh karena cinta dan nasionalisme serta komitmen saya yang kuat dan tak bisa dibeli dengan apapun juga yang akhirnya membuat saya harus bermain lagi. Semua ini saya lakukan hanya untuk merah putih dan saya berharap apa yang saya lakukan dapat diikuti oleh semua atlet muda di negeri ini bahwa uang bukanlah segalanya tetapi bagaimana terlebih dahulu mencetak prestasi membanggakan buat bangsa Indonesia." ujar Yayuk Basuki kepada vibizlife.
Dan bentuk pengabdian Yayuk memang tidak setengah-setengah. Bukti paling nyata adalah manakala Yayuk rela untuk menemani para petenis juniornya untuk berlaga di Asian Games Guangzhou 2010. Yayuk yang akan berpasangan dengan Jessy Rompies di nomor ganda puteri perseorangan Asian Games XVI ini memang tak mau bicara target yang muluk-muluk.
Foto : Vibizlife / Dato
"Kalau saya masih main di Asian Games ini merupakan opsi terakhir dari saya secara pribadi. Selama saya masih dibutuhkan oleh Indonesia dan selama saya masih mampu maka saya akan terus membela negeri ini melalui tenis. Bicara target pastilah berat tetapi saya akan mengajak adik-adik saya untuk bermain habis-habisan dan terpenting mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya dulu. Kalah atau menang itu urusan belakangan yang jelas give the best dululah buat Indonesia." jelas Yayuk menutup pembicaraan super seru pada hari itu.
Biodata
Nama : Sri Rahayu Basuki Suharyadi (Yayuk Basuki)
Lahir : Yogyakarta, 30 November 1970
Tinggi : 164 cm
Berat : 56 kg
Menikah : 31 Januari 1994
Suami : Suharyadi
Karir : 1990 – sekarang
Servis : Tangan Kanan
Pencapaian :
* Perolehan hadiah sepanjang karir = US $ 1.645.049
* Rekor Karier Tunggal
Menang-kalah: 238-171
Peringkat tertinggi 19 (6 Oktober 1997)
* Rekor Karier Ganda
Menang-kalah 308-165
Peringkat tertinggi 9 (6 Juli 1998)
(Data per 26 Januari 2007)
Prestasi :
Tunggal Putri
* Medali emas Asian Games Bangkok, 1998
* Medali perunggu Asian Games Hiroshima, 1994
* Total gelar tunggal: 11 gelar (6 Corel WTA Tour, 5 ITF Women’s Circuit)
* 1994 - Beijing, Jakarta (WTA Tour)
* 1993 - Pattaya City, Jakarta (WTA Tour)
* 1992 - Kuala Lumpur (WTA Tour)
* 1991 - Pattaya City (WTA Tour), Futures/Jakarta
* 1990 – Futures/Jakarta (Januari), Futures/Jakarta (Agustus)
* 1989 – Futures/Bangkok, Futures/Jakarta
* 1987 – finalis Birmingham
* 1986 – finalis Jakarta
Ganda Putri
* Medali emas Asian Games Seoul, 1986
* Medali emas Asian Games Beijing, 1990
* Total gelar ganda: 9 gelar (9 Corel WTA Tour)
* Babak semifinal US Open 1993
* Babak perempat final Australia Open, French Open, Wimbledon Open
* 2001 – Dubai (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 2000 – Pattaya City (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1997 – Los Angeles (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1997 – Canadian Open (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1996 – Hobart (berpasangan dengan Nagatsuka), Strasbourg (berpasangan dengan Bradtke);
* 1994 – Surabaya (berpasangan dengan Tedjakusuma);
* 1993 – Sapporo (berpasangan dengan Miyagi), Taipei (berpasangan dengan Miyagi).
* Finalis (8):
1998 – Strasbourg (berpasangan dengan Caroline Vis), 1998 – Canadian Open (berpasangan dengan Caroline Vis), 1997 – Leipzig (berpasangan dengan Sukova), Moscow (berpasangan dengan Caroline Vis), 1994 – Japan Open (berpasangan dengan Miyagi), Pattaya City (berpasangan dengan Miyagi), 1992 – Tokyo [Nichirei] (berpasangan dengan Miyagi), 1991 – Nashville (berpasangan dengan Caroline Vis).
Ganda Campuran
* Medali emas Asian Games Beijing, 1990
* 1997 – perempat final Wimbledon (/Nijssen)
* 1995 – perempat final Roland Garros (/Thorne)
Penghargaan :
* WTA Sportsmanship Award, 1996 and 1998
* TENNIS Magazine/Rolex Female Rookie of the Year, 1991
* Indonesian Athlete of the Year (voted on by media and public), 1991
* Atlet terbaik versi SIWO PWI Jaya, 1995
* 1991 WTA Tour Most Impressive Newcomer Award
* Special award from President Soeharto of Indonesia in 1991 for outstanding contribution to sports.
Sukses terus Yayuk Basuki !. Indonesia sangat bangga memiliki atlet sepertimu.
(CTI-1) ***"JANGAN LEWATKAN: CINTA TENIS INDONESIA siap mengimformasikan kegiatan tenis di klub, Pengkot/Pengkab, Pengprov, PP Pelti, turnamen, kepelatihan, perwasitan, profil pemain junior dan senior, pembina, pelatih dan wasit serta sponsor dan lain-lain. Hubungi kami: HP: 081513873418 atau e-mail: faktorutama@yahoo.com. Kami nantikan." ***
Apapun hasilnya nanti tak akan pernah mengurangi rasa kekaguman Indonesia kepada Yayuk yang dengan setia membela merah putih di setiap kejuaraan yang dia lakoni dari satu negara ke negara lainnya.
Melalui dedikasi dan kecintaannya yang mendalam membuat Yayuk seakan gerah menyaksikan pemandangan yang menyedihkan bagaimana dunia tenis Indonesia sepeninggal dirinya belum juga mampu melahirkan bibit potensial yang siap menerima tongkat estafet melanjutkan kejayaan nama besar tenis Indonesia di pentas dunia.
Ibu satu orang ini bak born to earth again setelah tujuh tahun lamanya absen dari hingar bingar dunia tenis. Di usianya yang hampir menyentuh angka 40 ini tak lantas membuatnya kendor untuk terus berkiprah dari satu turnamen ke turnamen lainnya sampai Yayuk dapat benar-benar tak lagi mampu bermain.
Sejak kecil ingin jadi petenis dunia
Yayuk kecil ternyata sudah memendam hasrat yang sangat besar untuk menjadi petenis tingkat dunia. Di usianya yang baru beranjak lima tahun, orangtuanya mulai memperkenalkan tenis kepadanya sekaligus melatihnya.
Yayuk memang terlahir sebagai keluarga pencinta tenis. Ayahnya, Budi Basuki, mantan pemain tenis meja PON, 1954. Bukan hanya tenis meja, tenis lapangan pun dikuasainya selain bulutangkis. Sang ibu juga hobi dengan bulutangkis dan tenis. Saking hobinya berolahraga, sampai-sampai Sutini tidak sadar bahwa ia sedang mengandungi bayinya, Yayuk Basuki. Kakaknya Nani Sudarmi adalah petenis tingkat nasional era 1980-an.
Mulailah di usianya ke-13 tahun, Yayuk, anak bungsu dari lima bersaudara ini masuk dalam sebuah klub tenis di Ragunan, Jakarta untuk semakin mengasah talentanya dalam bermain tenis hingga tahun 1989.
Dari satu pelatih ke tangan pelatih lainnya, Yayuk tumbuh sebagai remaja potensial yang mulai memperlihatkan kepada publik bahwa kelak dirinya memang akan menjadi petenis kenamaan di bumi pertiwi ini.
Di antara sekian pelatih yang pernah menangai Yayuk maka nama Mien Gondowidjojo yang sangat berkesan baginya. Mien bukan hanya sebagai pelatih biasa di mata Yayuk tetapi sudah dianggap pula sebagai orangtuanya sendiri karena kedekatannya luar dalam dan di tahun selanjutnya barulah Yayuk pindah ke klub Pelita.
Bagi remaja seumurannya mungkin bermain dan jalan-jalan adalah pilihan terbaik. Namun, Yayuk memutuskan lain sebab pilihannya untuk berlatih dan bertanding terus menerus dengan tak kenal lelah telah membentuk dirinya menjadi seorang yang kuat dan bermental juara.
Beranjak dari kecil hingga ke remaja Yayuk Basuki menekuni dunia tenis dengan terus fokus dan penuh kedisiplinan. Hal inilah yang mendorongnya sangat kuat bahwa untuk menjadi petenis dunia harus melalui sebuah proses yang berkesinambungan dan itulah yang dijalani Yayuk dengan tekun.
Terjun ke dunia tenis profesional
Menyaksikan kebintangan seorang Yayuk semakin bersinar terang ditambah usianya yang memang semakin dewasa maka Yayuk Basuki pun mulai menekuni tenis profesional sejak kembali dari Beijing pada bulan Oktober 1990 dan dilatih oleh George Jiri Waters.
Pada turnamen Challenge II di Jakarta pada Februari 1991, Yayuk dengan peringkat 259 WTA menjadi juara. Pada awal April 1991, saat menjuarai turnamen Pattaya di Thailand, peringkatnya naik ke posisi 86 WTA. Pers dan penonton di luar negeri kemudian menjuluki Yayuk sebagai Jaguar of Asia setelah ia memenangkan turnamen tenis di Pattaya ini.
Dan masih di tahun yang sama dengan gelarnya di Pataya tersebut, WTA langsung memberikan penganugerahan kepada Yayuk sebagai Most Impressive Newcomer di tahun 1991.
Para petenis dunia lainnya yang menjadi korban kehebatan sabetan raket Yayuk pun semakin bertambah saja. Sepanjang karirnya Yayuk tercatat pernah menumbangkan lawan-lawannya yang notabene adalah para petenis top dunia.
Tak kurang nama-nama para petenis tersebut antara lain, Martina Hingis, Amelie Mouresmo, Lindsay Davenport, Gabriela Sabatini, Anke Huber, Iva Majoli, Anna Kournikova, dan Mary Pierce. Kemenangan terbaiknya adalah pada saat Yayuk yang tak diunggulkan sama sekali sukses menundukkan unggulan ketiga di turnamen Kanada Open 1996, Iva Majoli dengan dua set langsung sebelum langkah Yayuk terhenti di semifinal di tangan petenis puteri nomor satu dunia saat itu, Monica Seles.
Penghargan dan gelar yang direngkuh
Membanggakan rasanya Indonesia memiliki seorang Yayuk Basuki yang tak pernah berhenti menorehkan tinta emasnya dan menajamkan kukunya di panggung tenis internasional. Sensasi yang dibuat oleh salah satu petenis dengan rekor servis tercepat di dunia ini dengan 176 km/jam benar-benar murni sebuah sensasi yang lahir dari prestasi di lapangan dan bukan pemberitaan miring di luar lapangan.
Lihat saja bagaimana perjalanan Yayuk di ajang sekaliber Olimpiade. Yayuk mewakili Indonesia pada Olimpiade 1988, 1992, 1996, dan 2000. Dengan prestasinya yang tertinggi adalah di Olimpiade Barcelona 1992 saat dirinya berhasil menapak jauh hingga babak ketiga dengan di dua babak sebelumnya mampu mempecundangi pemain yang di atas kertas jauh lebih diunggulkan yaitu Mercedes Paz dan Mary Pierce.
Bukan itu saja selama karir profesionalnya Yayuk menggondol enam buah gelar WTA dari nomor tunggal dan 9 gelar WTA dari nomor ganda puteri.
Berkat kapasitasnya sebagai petenis yang ramah dan berjiwa sportif di setiap turnamen yang dia ikuti maka badan tertinggi dalam tenis dunia wanita, WTA tak sungkan memberikan kepadanya sebuah penghargaan yang sangat prestisius.
WTA menganugerahkan kepada Yayuk yaitu Karen Krantzcke Sportsmanships Award. Sebanyak dua kali Yayuk menerima penghargaan ini di tahun 1996 dan 1998 sebagai bentuk apresiasi tinggi dan terhormat dari WTA kepada petenis yang berjiwa sportif di luar dan dalam lapangan tenis.
Cinta dan komitmen mampu menaklukan badai hidup
Dengan begitu banyaknya prestasi yang sudah dicetak oleh seorang Yayuk bagi Indonesia dengan wara-wiri di pentas internasional tak lantas dirinya tak pernah menemukan yang namanya masalah.
Peristiwa pahit dan jalan berliku tajam pernah dilalui dalam perjalanan sukses mega bintang Olahraga Indonesia ini. Tak ada satu pun orang yang menyangka kalau Yayuk pun pernah merasakan dicoret dari tim Fed Cup Indonesia karena bersama dengan suami sekaligus pelatihnya saat itu, Suharyadi, pasangan ini dianggap lancang menulis surat ke badan dunia tenis wanita agar memilih lapangan tempat tim Indonesia bertanding.
Dianggap bak dilecehkan, Yayuk beserta Suharyadi akhirnya memutuskan 'keluar' dari tim tenis Indonesia setelah mundurnya Ketua Badan Tim Nasional kala itu, Wimar Witoelar yang memang dikenal sangat dekat dengan dua sejoli ini.
Di tengah polemik di tanah air tak membuat Yayuk jadi goyang dan rubuh. Yayuk memutuskan dengan tegas untuk mencurahkan semua perhatiannya demi mengejar target menembus peringkat 20 besar dunia.
Yayuk Basuki melewatkan jadwal Sea Games dan PON yang memang bersinggungan dengan padatnya jadwal turnamen tenis profesionalnya. Langkahnya memang tidak main-main dan Yayuk sungguh-sungguh fokus menatap ke depan meski ditengarai sedang dalam masalah dengan induk organisasi tenis di tanah air ini.
Bukti dari kesungguhan tekad yang lahir dari cinta dan buah komitmen membuat Yayuk pada akhirnya meraih sukses luarbiasa. Tahun 1997 dalam turnamen berkelas Grand Slam Wimbledon, Yayuk mampu melangkah hingga ke babak perempatfinal.
Prestasi yang belum pernah diukir oleh petenis Indonesia manapun ini telah mencatatkan dirinya sebagai wanita Indonesia pertama yang berhak masuk "Eight Club", lembaga yang menampung para alumni delapan besar turnamen akbar tersebut. Dengan menjadi anggota "Klub Delapan" ini, Yayuk bisa menikmati fasilitas VIP, termasuk hotel kelas satu dimana saja.
Melalui rangkaian prestasi mencengangkan itu, Yayuk lagi-lagi menunjukkan kepada dunia dan Indonesia khususnya bahwa dirinya bukanlah pribadi yang bisa dikalahkan oleh masalah tetapi justru dirinyalah yang mampu mengalahkan masalah itu sendiri.
Detik-detik jelang pensiun dan keputusan comeback
Usai menggondol medali emas di Asian Games, Bangkok, 1998 setelah di partai final mempecundangi pemain pujaan tuan rumah, Tamarine Tanasugarn makin jelas tersiar kabar akan mundurnya Yayuk dari dunia tenis yang telah membesarkan namanya dan juga nama Indonesia di blantika tenis dunia.
Hal ini semakin diperkuat mana kala Yayuk, yang dinikahi oleh Suharyadi pada tahun 1994 dikaruniai momongan seorang putera yang bernama Yarynara di tahun 1999.
Kenangan terakhir Yayuk dalam meraih peringkat tertingginya yaitu saat mengikuti Turnamen Birmingham, Juni 1997. Di turnamen ini Yayuk berhasil menembus babak final, meski gagal meraih juara lantaran terjegal Nathalie Tauziat dari Perancis. Terakhir, Yayuk sempat masuk perempat final dalam pentas Wimbledon sebelum kalah dari Jana Navotna yang keluar sebagai juara, prestasi ini membuatnya mencapai peringkat ke- 19 dunia.
Dan pada tahun 2001 akhirnya Yayuk pun meninggalkan tenis dan beralih profesi sebagai pengusaha dari perusahaannya sendiri yang dinamakan PT Yarynara 19 yang diambil dari nama anaknya sendiri dan angka 19 merupakan peringkat dunia tertinggi yang pernah dicapai Yayuk Basuki.
Akan tetapi Yayuk ternyata tak sepenuhnya meninggalkan dunia tenis. Hal ini dikarenakan dirinya pun masih tetap terlibat aktif seputar tenis dengan menjadi pelatih tenis, komentator tenis di televisi dan media cetak, serta konsultan menteri pemuda dan olahraga.
Melihat gelagat dunia tenis di Indonesia semakin menurun tajam memaksa dirinya tak bisa berdiam diri saja tanpa melakukan sesuatu hal. Dengan darah atlet sejati yang mengalir di dalam dirinya serta rasa cinta yang berakar kuat pada tenis membuat Yayuk Basuki tak kuasa untuk akhirnya memutuskan kembali mengayunkan raket.
Pada tahun 2008 adalah titik balik comebacknya nama Yayuk Basuki ke panggung tenis Indonesia dan dunia pada umumnya. Tanpa bermodalkan peringkat dunia sama sekali Yayuk memutuskan hanya turun di nomor ganda puteri saja.
Demi mengembalikan pamor dan kejayaan tenis Indonesia, Yayuk rela bertanding mulai dari turnamen yang paling rendah alias memulainya kembali dari nol. Dari beberapa kali kesempatan akhirnya berpasangan dengan petenis Australia, Tiffany Welford berhasil menjuarai turnamen satelit internasional kelas US$10,000.
Hingga sekarang Yayuk yang semakin serius di nomor ganda puteri telah mampu memenangkan enam gelar ITF. Hebatnya hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun saja Yayuk sukses menajamkan peringkat dunianya di ganda dengan berada di peringkat 100-an dunia.
Tahun 2010, Yayuk Basuki pun kembali ke arena grand slam tepatnya di turnamen Grand Slam Australia Terbuka berpasangan dengan legenda tenis Asia lainnya, Kimiko Date.
Banyak sudah harga yang harus dibayar oleh Yayuk Basuki demi sang merah putih. Yayuk adalah sedikit dari begitu banyaknya atlet di Indonesia bahkan mungkin di dunia yang jauh lebih mementingkan nama Indonesia berkibar kembali di pentas internasional di atas nama uang.
"Sejujurnya saya harus menjual tiga buah mobil saya hanya untuk membiayai semua kebutuhan saya untuk bertanding di setiap turnamen dan demi comebacknya saya ke dunia tenis. Oleh karena cinta dan nasionalisme serta komitmen saya yang kuat dan tak bisa dibeli dengan apapun juga yang akhirnya membuat saya harus bermain lagi. Semua ini saya lakukan hanya untuk merah putih dan saya berharap apa yang saya lakukan dapat diikuti oleh semua atlet muda di negeri ini bahwa uang bukanlah segalanya tetapi bagaimana terlebih dahulu mencetak prestasi membanggakan buat bangsa Indonesia." ujar Yayuk Basuki kepada vibizlife.
Dan bentuk pengabdian Yayuk memang tidak setengah-setengah. Bukti paling nyata adalah manakala Yayuk rela untuk menemani para petenis juniornya untuk berlaga di Asian Games Guangzhou 2010. Yayuk yang akan berpasangan dengan Jessy Rompies di nomor ganda puteri perseorangan Asian Games XVI ini memang tak mau bicara target yang muluk-muluk.
Foto : Vibizlife / Dato
"Kalau saya masih main di Asian Games ini merupakan opsi terakhir dari saya secara pribadi. Selama saya masih dibutuhkan oleh Indonesia dan selama saya masih mampu maka saya akan terus membela negeri ini melalui tenis. Bicara target pastilah berat tetapi saya akan mengajak adik-adik saya untuk bermain habis-habisan dan terpenting mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya dulu. Kalah atau menang itu urusan belakangan yang jelas give the best dululah buat Indonesia." jelas Yayuk menutup pembicaraan super seru pada hari itu.
Biodata
Nama : Sri Rahayu Basuki Suharyadi (Yayuk Basuki)
Lahir : Yogyakarta, 30 November 1970
Tinggi : 164 cm
Berat : 56 kg
Menikah : 31 Januari 1994
Suami : Suharyadi
Karir : 1990 – sekarang
Servis : Tangan Kanan
Pencapaian :
* Perolehan hadiah sepanjang karir = US $ 1.645.049
* Rekor Karier Tunggal
Menang-kalah: 238-171
Peringkat tertinggi 19 (6 Oktober 1997)
* Rekor Karier Ganda
Menang-kalah 308-165
Peringkat tertinggi 9 (6 Juli 1998)
(Data per 26 Januari 2007)
Prestasi :
Tunggal Putri
* Medali emas Asian Games Bangkok, 1998
* Medali perunggu Asian Games Hiroshima, 1994
* Total gelar tunggal: 11 gelar (6 Corel WTA Tour, 5 ITF Women’s Circuit)
* 1994 - Beijing, Jakarta (WTA Tour)
* 1993 - Pattaya City, Jakarta (WTA Tour)
* 1992 - Kuala Lumpur (WTA Tour)
* 1991 - Pattaya City (WTA Tour), Futures/Jakarta
* 1990 – Futures/Jakarta (Januari), Futures/Jakarta (Agustus)
* 1989 – Futures/Bangkok, Futures/Jakarta
* 1987 – finalis Birmingham
* 1986 – finalis Jakarta
Ganda Putri
* Medali emas Asian Games Seoul, 1986
* Medali emas Asian Games Beijing, 1990
* Total gelar ganda: 9 gelar (9 Corel WTA Tour)
* Babak semifinal US Open 1993
* Babak perempat final Australia Open, French Open, Wimbledon Open
* 2001 – Dubai (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 2000 – Pattaya City (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1997 – Los Angeles (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1997 – Canadian Open (berpasangan dengan Caroline Vis);
* 1996 – Hobart (berpasangan dengan Nagatsuka), Strasbourg (berpasangan dengan Bradtke);
* 1994 – Surabaya (berpasangan dengan Tedjakusuma);
* 1993 – Sapporo (berpasangan dengan Miyagi), Taipei (berpasangan dengan Miyagi).
* Finalis (8):
1998 – Strasbourg (berpasangan dengan Caroline Vis), 1998 – Canadian Open (berpasangan dengan Caroline Vis), 1997 – Leipzig (berpasangan dengan Sukova), Moscow (berpasangan dengan Caroline Vis), 1994 – Japan Open (berpasangan dengan Miyagi), Pattaya City (berpasangan dengan Miyagi), 1992 – Tokyo [Nichirei] (berpasangan dengan Miyagi), 1991 – Nashville (berpasangan dengan Caroline Vis).
Ganda Campuran
* Medali emas Asian Games Beijing, 1990
* 1997 – perempat final Wimbledon (/Nijssen)
* 1995 – perempat final Roland Garros (/Thorne)
Penghargaan :
* WTA Sportsmanship Award, 1996 and 1998
* TENNIS Magazine/Rolex Female Rookie of the Year, 1991
* Indonesian Athlete of the Year (voted on by media and public), 1991
* Atlet terbaik versi SIWO PWI Jaya, 1995
* 1991 WTA Tour Most Impressive Newcomer Award
* Special award from President Soeharto of Indonesia in 1991 for outstanding contribution to sports.
Sukses terus Yayuk Basuki !. Indonesia sangat bangga memiliki atlet sepertimu.
(CTI-1) ***"JANGAN LEWATKAN: CINTA TENIS INDONESIA siap mengimformasikan kegiatan tenis di klub, Pengkot/Pengkab, Pengprov, PP Pelti, turnamen, kepelatihan, perwasitan, profil pemain junior dan senior, pembina, pelatih dan wasit serta sponsor dan lain-lain. Hubungi kami: HP: 081513873418 atau e-mail: faktorutama@yahoo.com. Kami nantikan." ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar